Tersesat atau Melesat?

Kurangnya persiapan dapat membuat kita tersesat dan tak mencapai tujuan perjalanan. Seberapa optimal hasil sebanding dengan seberapa besar usaha kita dalam mempersiapkan perjalanan tersebut. Itulah hikmah yang saya dapatkan lewat perjumpaan dengan Mas Aif dan Raihan, dua orang mahasiswa asal Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di Frankfurt, Jerman. Saat berjumpa seusai shalat dzuhur di sebuah masjid milik imigran Bangladesh, Mas Aif memberikan alamat “Mesjid Indonesia” di Frankfurt. Sayangnya, setelah berpisah dan hampir tiga jam mencari, saya tak berhasil mendatangi mesjid tersebut. Belakangan ini saya ketahui, ternyata ada kesalahan nomor rumah yang saya catat dari Mas Raihan. Memang benar, sebuah perjalanan penting untuk disiapkan.

Perjalanan Istimewa Bernama Ramadhan

Pada dasarnya, menyambut sesuatu yang istimewa akan membuat kita bahagia dan berespon positif. Mungkin kita pernah mengalaminya saat saudara dekat yang bertahun-tahun tidak kita temui akan datang ke rumah kita. Rumah kita dibereskan dan makanan favoritnya kita sediakan.

Nyatanya, seberapa semangat kita dalam menyambut sesuatu bergantung pada bagaimana paradigma kita tentang hal ‘yang akan datang’ tersebut. Semakin kita memandang itu sebagai hal yang istimewa dan berharga, maka kita pun semakin giat mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangannya.

“Barang siapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu,” (Hadits Muttafaq Alaih).

Ramadhan merupakan hadiah istimewa dari Sang Maha Luhur bagi hamba-Nya. Selain karena diwajibkannya kita berpuasa Ramadhan dalam QS. Al-Baqarah 183, kita sungguh beruntung saat menjumpainya karena limpahan rahmat yang ada di dalamnya. “Seandainya umatku mengerti kebaikan-kebaikan yang ada di bulan ini (Ramadhan), niscaya umatku mengharapkan dalam setahun menjadi Ramadhan semuanya,” (HR. Ath-Thabrani).

Namun benarkah jika selama ini kita menganggapnya sebagai hadiah yang istimewa? Jika ya, sudahkah kita memberikan persiapan terbaik untuk menyambutnya yang diikuti dengan ruhiyah terbaik di dalamnya?

Artikel selengkapnya bisa dibaca di Buletin An-Naba Bulan Mei Juni 2017.

 

2 comments on “Tersesat atau Melesat?”

  1. Mas Mitsjat Balas

    Ilustrasi pengalaman yang begitu bermakna. Semoga pada tahun ini saya mendapatkannya ramadhan ini sebagai hadiah yang biak, bukan sebagai kebiasaan yang biasa saja.

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *