بسم الله الرحمن الرحيم
“Akademik Lancar, Iman Tak Pudar”
dr. Zhara Vida Zhubika
Bagaimana kesibukan narasumber saat ini? Seperti kesibukan pekerjaan, komunitas/organisasi yang diikuti, kehidupan keseharian, dan sebagainya.
- FK Angkatan 2011
- Sekarang berdomisili di Yogya
- Sebelumnya bekerja di RSUD, Puskesmas, Klinik. Terakhir kerja di klinik kecantikan, akhirnya resign karena banyak keluarga di rumah dan takut berisiko terinfeksi. Sekarang kerja work from home, jadi virtual dokter di klikdokter. Untuk yang mau konsultasi bisa dari hari Senin-Minggu, kecuali Kamis & Jumat, gratis.
- Lagi merintis Simal Indonesia, yaitu sekolah ibu dan istri milenial (cek ig: @simal.indonesia).
- Sempat juga buat IG @medislam_ sama temen-temen FULDFK, walau sempat mati suri, tapi beberapa bulan kemarin akhirnya saya coba bangkitkan lagi.
- Di BaBe (Baca Berita) jadi Key Opinion Leader (KOL).
- Suka nulis juga. Ada beberapa buku dan sekarang lagi mencoba merilis buku Solo tapi masih dalam proses di penerbit.
- Menjadi narasumber parenting, pernikahan, dan kesehatan.
Apakah kesulitan dalam membagi waktu antara urusan dunia (kuliah, organisasi, pekerjaan) dan akhirat (ibadah wajib dan sunnah) adalah suatu hal yang wajar? Apakah narasumber memiliki pengalaman menarik mengenai hal tersebut? Dan apa yang narasumber lakukan saat itu?
Dulu itu, saya lebih study oriented dari SMA. Pas SMA disuruh masuk OSIS tapi saya nggak mau karena saya ingin jadi dokter banget. Jadi, saya nggak ikut apa-apa. Pas awal kuliah, saya mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang). Suatu ketika, ada sebuah peristiwa yang membuat saya “taubat” dan hijrah, istilahnya. Kakak tingkat saya (angkatan 2010) ketua BPM, beliau meninggal dunia. Saya sempat ngobrol, kaget sedih dan menangisi diri sendiri.
Kita bisa dipanggil kapan saja tapi dalam kondisi tidak punya bekal apa-apa. “Bekal apa yang mau saya bawa di akhirat kalau kerjaannya belajar terus?”. Setelah itu, saya ikut beberapa organisasi dalam kampus, luar kampus, dan organisasi nasional. Ternyata, setelah mengikuti kegiatan organisasi, saya merasa happy banget. Alhamdulillah IPK-nya masih decent, agak sedih karena tidak cumlaude, tapi tetap merasa senang dan bersyukur karena saya merasa bermanfaat untuk sesama.
Alhamdulillah Allah masih mudahkan semua. Walaupun sibuk, skripsi saya juga lancar. Saya juga bukan orang yang tipe deadliner sehingga saya sudah belajar dari awal modul. Bahkan saya bisa belajar seminggu sebelumnya sehingga di tiga hari terakhir sebelum ujian, saya tinggal review saja. Setiap malam, pada waktu tahajjud, itu merupakan waktu paling ideal untuk belajar. Saya tidak suka membuang waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Saya lebih suka organisasi, mengerjakan project dan rapat. Semua itu ada pengorbanannya, setiap hari mungkin saya hanya tidur 5-6 jam. Semua ini bukan karena saya, melainkan karena Allah yang memberi bantuan.
Ketika koas, saya kekurangan waktu untuk belajar. Nah, bertepatan dengan itu, saya diamanahkan untuk jadi Kadep Kemuslimahan FULDFK. Awalnya, saya tidak mau menerima. Namun, semua teman menyemangati dan ternyata Allah mudahkan setiap langkah studinya.
Kita harus memiliki amalan rahasia dan istiqamah. Setiap stase bedah, berangkatnya selalu pagi. Nah, sebelum konsulen datang, saya dan teman selalu sholat dhuha dulu. Walaupun masjidnya jauh, kita selalu berusaha untuk sholat tahajjud, ngaji juga selalu rutin menggunakan HP. Kajian kemuslimahan yang diikuti sangat bagus.
Ketika kita membantu agama Allah, Allah akan memberi pertolongan. Seperti dalam Surah Muhammad ayat 7: “Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”.
Saya selalu dapat dosen yang enak-enak. Kita harus ikhlas ke pasien, tetap bermanfaat untuk orang, dan ibadah jangan sampai ditinggalkan. Ibadah itu biasanya ditinggalkan bukan karena kita sibuk, melainkan karena kita tidak menyempatkan waktu untuk itu. Lakukan semua karena Allah.
Apakah Islam secara langsung mengatur bagaimana cara menyeimbangkan dunia (kuliah, organisasi, pekerjaan) dan akhirat (ibadah wajib dan sunnah)? Menurut narasumber, apakah arti penting dalam menjaga keseimbangan antara dunia dan akhirat tersebut?
Coba dibuka: Surah Al-Qasas ayat 77 dan Surah Al-Baqarah ayat 201.
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” [QS. Al-Qasas ayat 77]
“Dan di antara mereka ada yang berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.” [QS. Al-Baqarah ayat 201]
Kita berdoa untuk akhirat 2 hal (kebaikan akhirat dan perlindungan azab neraka), tapi untuk dunia hanya 1 (kebaikan dunia). Kalau dilihat, tadi pertanyaannya agar hidup seimbang dunia akhirat. Namun, sebenarnya, kita dilahirkan di dunia untuk mencari bekal di akhirat agar Allah ridha dan Allah masukkan kita ke surga.
Misalnya, Ada si A: orang yang cantik, pintar, dokter spesialis, dan bisa bangun rumah sakit. Orang yang kedua, si B, orangnya biasa saja, tetapi alim, tetapi dia tidak membangun rumah sakit. Siapa yang seimbang dunia akhirat?
Keseimbangan dunia akhirat itu dari kacamata Allah, bukan dari kacamata kita. Bisa saja kita melihat A seimbang dunia akhirat, si B biasa aja, tetapi di mata Allah malah kebalikannya. Bisa saja ternyata si A riya sehingga di mata Allah tidak bernilai apa-apa. Jadi, intinya, seimbang dunia akhirat itu bagaimana kita menjadikan dunia sebagai jembatan kita menuju akhirat.
Menurut saya, ketika kita beribadah untuk dunia, contohnya dengan berdoa: “aku pengen nilaiku bagus jadi tahajjud aja”. Niatnya sudah untuk dunia, dia menggunakan akhirat (ibadah) untuk dunia. Kalau sudah seperti itu, kita harus kembali ke jalan yang benar, yakni menjadikan dunia sebagai jembatan untuk bekal akhirat.
Ibarat kertas putih terus ada titik hitam, pasti yang kita lihat titik hitamnya, padahal titik hitamnya cuma satu. Titik hitam itu ibarat ujian Allah ke kita, sementara bagian putih sisanya adalah nikmat Allah kepada kita. Karena terlalu fokus ke titik hitam, kita akhirnya jadi nggak bersyukur. Misalnya, dapat susah dikit, langsung mau lepas hijab (na’udzubillah). Ketika kita sudah mulai tidak bersyukur, langsung ingatkan diri kita untuk kembali berhusnudzon kepada Allah.
Apakah terdapat tanda yang dapat kita rasakan ketika kita terlalu mengutamakan urusan dunia?
Yaitu ketika kita mengutamakan dunia, bahkan ibadah kita diniatkan untuk dunia. Kita sedang sholat, tetapi berpikir ini-itu niatnya ternyata buat dunia. Lalu setelah berdzikir, kita tidak bisa merasakan nikmatnya dzikir. Selain itu, ketika sholat menjadi telat dan lupa rakaat. Itu harus jadi sign kita untuk kembali meluruskan niat.
Untuk mengatasinya, kita harus kembali meluruskan niat. Support system itu penting sehingga seluruh kegiatan yang tidak bermanfaat kita ubah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Coba baca Qur’an dan renungkan maknanya.
Bagaimana cara agar kita tidak terlena dengan urusan duniawi sehingga melalaikan kewajiban kita sebagai seorang muslim?
Membangkitkan rasa syukur.
Mencari support system yang sholeh. Saya berdoa kepada Allah untuk memberikan teman yang sholeh dan dapat membantu saya kembali ke jalan yang benar. Ketika kita futhur, mereka akan mengingatkan kita. Jika kita bergaul dengan orang baik, pasti tidak akan dijerumuskan ke area yang buruk.
Paksa diri ke jalan yang benar untuk men-charge keimanan, seperti mengikuti kajian, ngaji, sholat. Kalau tidak dipaksa, akan sulit juga untuk kita tetap berada di jalan yang benar. Jangan bilang bahwa kita sok sibuk karena waktu kita sama-sama 24 jam. Namun, mungkin ada perbedaan di mana Allah memberikan keberkahan di waktu-waktu yang kita gunakan dengan bermanfaat.
Dipaksa dan disempatkan!
Kita bisa menyempatkan waktu untuk mengaji, sholat, dan lain sebagainya. Namun, kita memutuskan untuk tidak melakukannya. Allah memberikan keberkahan waktu bagi orang-orang yang melakukan hal yang berguna. Jika orang tersebut sering melakukan hal yang tidak disukai Allah, Allah akan membuat waktunya menjadi sesuatu yang singkat.
Apa yang dapat dilakukan untuk membangkitkan semangat ibadah ketika mengalami futhur atau kelelahan akibat urusan duniawi?
Jadikan habit atau kebiasaan. Bila sudah menjadi kebiasaan, ketika kita tidak melakukan, maka rasanya akan ada yang kurang. Lakukan selama sebulan, atau minimal 2 minggu tanpa bolong. Maka, insyaAllah sudah mulai bisa menjadi kebiasaan.
Ingat mati! Nyawa kita bisa diambil kapan aja. Ingat, Allah itu bisa kapan aja ambil nyawa kita! Gak mau ‘kan meninggal dalam keadaan buruk? Sering berdoa agar Allah mewafatkan kita dalam keadaan yang paling baik.
Merasa tua. Maksudnya? ketika kita tua, kita susah mau ngapa-ngapain. Sholat susah karena sakit pas gerak. Ketika kita tua badan kita gak sekuat dulu. Jadi, selagi muda, lakukan apapun yang baik, punya banyak amal jariah. Jadi, difokuskan saat muda, mumpung fisiknya masih kuat, otaknya masih lancar. Jangan sampai pas tua nanti menyesal.
Bagaimana kita menghayati ibadah secara full ketika kita sedang lelah?
Capek itu wajar. Allah tahu jika kita sedang capek. Beri tubuh kita waktu untuk istirahat sejenak. Misalnya, take a nap. Minta maaf sama Allah ketika kita sangat capek dan tidak bisa beribadah dengan maksimal.
Ketika tuntutan duniawi sedang tinggi namun kondisi tubuh sudah lelah, apa ibadah yang setidaknya wajib sekali kita tidak boleh tinggalkan jika ingin terus istiqomah?
Ngaji, sih, ya, baca Al-Quran. Ibadah itu bagi saya merupakan sebuah kebutuhan. Ketika sudah jadi ibu, capek sekali rasanya. Capeknya jauh lebih capek dari mahasiswa. Orang-orang banyak yang bilang gapapa kok, apa yang kita lakukan sebagai ibu itu dapat menjadi sebuah pahala. Namun, akhirnya saya nggak ngaji dan sholatnya tertunda. Setelah itu, saya berpikir, kok hidup saya jadi merasa hampa dan tidak produktif? Lalu, saya sadar bahwa ibadah itu bukanlah hanya ladang pahala, tapi kita juga membutuhkan hal itu untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kita yang butuh Allah. Waktu itu saya capek banget dan saya sempatkan ngaji. Ketika sudah rutin ngaji dan tepat waktu sholatnya, hati saya jadi lebih tenang dan pekerjaan saya sebagai istri dan ibu dibantu menjadi lebih ringan. Rasulullah SAW pernah mengatakan kepada Fatimah Az-Zahra yang menginginkan budak, tetapi Rasulullah menyuruh Fatimah untuk berdzikir karena nanti Allah yang akan membantu kita.
Bagaimana ciri seseorang dikatakan sudah baik dalam membagi porsi antara dunia dan akhiratnya?
Saya masih sering merasa takut belum Allah ridhai apa yang saya lakukan. Ketika saya sudah diberi kemudahan oleh Allah, belum tentu Allah ridhai karena ada yang namanya “istidraj”. Allah sudah cuek, memberikan kemudahan, tetapi Allah hanya memberikan kemudahan di dunia, sementara di akhirat akan sengsara. Kalau kita sedekah, kita akan dibalas berkali-kali lipat. Terkadang saya suka memikirkan kapan dibalasnya, tapi setelah itu mengingat kembali dan beristighfar serta berharap semoga dibalasnya di akhirat.
Semua ini merupakan ujian, kita tidak tahu apakah ini sebuah kenikmatan ataupun kesusahan. Jangan sampai kita merasa sudah memiliki banyak amal dan terjamin masuk surga. Intinya, semua ada pada kacamata Allah.
Bagaimana tips bagi mahasiswa rantau agar seimbang antara akademik dan ibadah, apalagi jika dalam kondisi homesick dan demotivasi?
Dahulu, saya juga anak rantau. Namun, dulu saya malah nggak homesick, malah enjoy. Kalau homesick, saya menjadikan homesick itu sebagai motivasi buat belajar lebih keras dan jadi penyemangat sehingga saat kita pulang nanti, bisa membuat orang tua senang dan bangga. Kalau nggak remedial, nanti bisa pulang pas libur modul.
Justru saya homesick-nya ketika sudah nikah. Ketika sudah menikah, saya sadar bahwa “nggak ada orang yang lebih sayang kepada kita dibanding keluarga kita sendiri”. Saya menjadi ingin lebih berbakti lagi ke orang tua. Dulu, ridho kita ke orang tua. Tapi kalau sudah menikah, ridhonya jadi ridha suami. Intinya, ketika kita homesick, sedih, jadikan motivasi untuk kita bisa berbakti ke orang tua kita selama kita masih bisa.
Fase kuliah cepat sekali dan terkena peer pressure dalam ranah duniawi sehingga lupa dengan ibadah yang esensial. Bagaimana kita punya orientasi akhirat ketika banyak tekanan duniawi
Iri diperbolehkan ketika kita melihat orang yang akhiratnya lebih bagus, untuk memotivasi kita lebih baik lagi dalam beribadah. Namun, ketika kita sudah iri dalam hal yang tidak benar, itu yang harus diperbaiki.
Terkadang, kita melihat orang dari sisi enaknya saja. Misal, si A kok pinter banget ya? Kok bisa ya.? Kok aku gini ya?
Coba lihat lagi lebih dalam. Bagaimana pengorbanan si A? Untuk bisa pintar, mungkin dia tidak tidur supaya bisa belajar lebih giat. Contoh lagi, si B yang bisa ini itu di organisasi, jadi ketua, dll. Coba lihat dulu, si B juga awalnya jadi “babu” dulu di organisasi. Jadi coba lihat dulu, sanggupkah saya berkorban seperti mereka? Kalau kita merasa sudah maksimal tetapi hasil yang didapat tidak maksimal, ya sudah, kita fokus untuk mengejar ridho Allah. Sadari juga bahwa ada keterbatasan yang mungkin memang kita tidak bisa lakukan.
Dulu, saya iri dengan orang yang bisa kuliah di luar negeri. Sekarang, bagi saya biasa saja. Saya berpikir bahwa mau kuliah dimana pun, selama kita bisa bermanfaat bagi orang banyak, yaaa it’s okay. Allah ‘kan juga bilang bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Jadi, kalau mau iri, coba dipikir-pikir lagi. Pastikan insecure di jalan yang benar.
“Allah lagi, Allah terus, pokoknya Allah semuanya. Niatkan semuanya karena Allah. Kalau kita niatkan semuanya karena Allah itu akan menjadi nilai ibadah untuk kita.” – dr. Zhara Vida Zhubika.
Biro Media Center & Departemen Keputrian FSI BEM IKM FKUI 2021