Mengapa Mempelajari Kedokteran dengan Dilandasi Islam?

Ahmad Aulia Jusuf

Departemen Histologi

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

2016


 

Menurut ayah saya, sosok dokter merupakan seseorang yang sangat baik, mempunyai ilmu yang tinggi yang digunakannya untuk menolong serta memiliki rasa empati yang tinggi. Namun, rasa bangga ayah saya ketika saya dinyatakan diterima di Fakultas Kedokteran, tertutupi oleh  kecemasan. Kecemasan bahwa nantinya saya akan mempelajari ilmu yang sangat luar biasa dan membuat saya jauh dari Allah SWT sehingga beliau terus menekankan agar selalu mengingat Allah dan ajaran Islam dalam mempelajari ilmu kedokteran dan memberikan layanan kepada pasien. Mengapa harus seperti itu?

Sejak zaman dahulu, orang yang mempelajari ilmu kedokteran mendapatkan penghormatan dan kedudukan yang mulia di mata manusia. Imam Syafii  berkata: ”Setelah Ilmu tentang membedakan sesuatu yang halal dan yang haram saya tidak mengetahui ilmu yang lebih mulia, dibandingkan dengan ilmu kedokteran.”

Sebagian orang mungkin berpikir bahwa ilmu kedokteran dan ilmu agama merupakan dua hal yang terpisah. Namun, sebaliknya, mempelajari ilmu kedokteran harus dilandasi dengan Islam. Mengapa? Beberapa hal yang melandasi pendapat ini adalah:

  1. Melindungi aqidah tauhid kita kepada Allah SWT dari tindakan atau perilaku syirik yang tidak kasat mata.

“Pasien ini pasti akan mati bila tidak dilakukan tindakan ini atau tidak diberi obat itu.” Sebelumnya, kita harus sadar bahwa apa yang kita lakukan hanyalah sebagai bentuk usaha. Tidak ada sesuatu mahluk atau benda atau kekuatan di atas dunia ini yang memberikan bekas atau memberikan kesembuhan dari suatu  penyakit, kecuali Allah SWT. Dalam Surat Asy-Syu’ara ayat 80 Allah SWT berfirman : ” Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku”. Sedangkan di dalam  Surat Al-Ikhlas Allah SWT dengan tegas berfirman : ” Katakanlah bahwa Allah itu Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu”.

  1. Ilmu kedokteran banyak sekali menyingkap rahasia kehidupan sehingga kalau tidak berhati-hati dapat menjerumuskan seseorang menjadi sombong.

Banyak sekali yang dipelajari dan terus dikembangkan di ilmu kedokteran, seperti mekanisme penyakit, manajemen penyakit, dan lain lain. Padahal, Allah SWT yang mengatur proses-proses tersebut. Ilmu seperti lautan yang tidak bertepi, dan tidak ada yang dapat meliputinya kecuali Dzat yang Maha Mengetahui.

Disisi lain, mukjizat Alqur’an dan Hadist mengemukakan fakta-fakta yang kemudian dibenarkan ilmu empiris dimana fakta itu tidak mungkin diketahui dengan menggunakan peralatan yang ada pada masa Rasulullah SAW. Surat Al Mu’minun (23) ayat 12-13 yang menerangkan bahwa pembentukan bagian-bagian tubuh manusia dilakukan secara bertahap, bertumbuh dan berkembang hingga mencapai bentuknya yang sempurna, telah menjungkirbalikkan pendapat para ahli di abad 13-16 (Era Rennaissance) yang menyatakan bahwa pada sperma sudah ada manusia yang utuh yang tinggal tumbuh besar di saluran reproduksi wanita.

 

Dalam melakukan pengembangan ilmu kedokteran, hendaknya kita senantiasa rendah hati dan selalu ingat kepada Allah SWT bahwa apa yang kita ketahui  hanyalah sedikit sekali dari Ilmu Allah SWT yang tak terbatas sehingga setiap usaha kita dalam mempelajari ilmu kedokteran kita jadikan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT.

 

  1. Melindungi diri dalam menggunakan zat-zat yang diharamkan dalam Al-Qur’an sebagai obat.

Dalam hadist, disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW melarang khamr untuk dibuat obat dan Rasulullah SAW bersabda : ” “Sesunggunya itu bukan obat, melainkan penyakit” (HR. Muslim). Di lain hadist Rasulullah bersabda : ” Sesungguhnya Allah SWT menurunkan obat dan penyakit. Dan menjadikan setiap penyakit ada obatnya, maka berobatlah kamu sekalian tetapi jangan berobat dengan barang-barang yang haram” (HR. Abu Dawud). Meskipun begitu, dalam kondisi darurat yang mengancam jiwa kita masih dibolehkan  menggunakan bahan-bahan yang diharamkan selama belum ditemukan yang halal. Misalnya seperti transfusi darah, insulin dan obat antikoagulan dari babi, yang harus secepatnya dicarikan ganti dari bahan lain yang halal. Inilah tugas ilmuwan muslim untuk mencari dan meneliti bahan yang dapat dijadikan pengganti bahan-bahan yang haram tersebut. Alhamdulillah, saat ini telah ada insulin dan obat antikoagulan injeksi yang tidak berasal dari babi.

 

. . .

Penasaran lanjutannya? Ingin mengetahui salah satu ilmuwan muslim? Ingin tahu pendapat tentang kedokteran yang dilandasi islam dari beberapa teman kita? Langsung baca selengkapnya di:

 

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *