“Gue lagi kesel banget, huft, pengen cerita…”
“Emangnya ada apa, sih?”
“Tugas kemaren…lu tau sendiri, lah, sebanyak itu kan. Gue udah ngerjain ini, itu, hampir semua gue yang kerjain. Tapi, si X masa nyebelin banget, gak mau ngerjain kalau dimintai tolong. Mana dia… “
Percakapan-percakapan di atas pasti pernah kita alami. Ya, pasti kita pernah ber-curhat ria, karena pada dasarnya manusia selalu ingin dimengerti. Hal yang sering kita curahkan biasanya adalah permasalahan-permasalahan pribadi, dan sebagai konsekuensinya seringkali kita menceritakan tentang pihak ketiga: teman kita, keluarga kita, tetangga kita, atau saudara kita. Awalnya sih curhat, namun perlahan ucapan-ucapan kita berubah menjadi ber-ghibah alias menggunjing orang. Hal inilah yang sering kita lalaikan. Teman-teman, tanpa kita sadari ternyata mungkin banyak dari curhat yang berujung membicarakan orang lain, tanpa kita ingat seberapa berbahaya konsekuensinya.
Memangnya ghibah itu apa, sih?
Sebelum kita memahami apa bahaya dari ghibah itu sendiri, kita harus paham dengan pengertian ghibah. Pengertian ghibah dijelaskan Rasulullah saw. dalam hadis berikut ini.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Apakah kalian mengetahui apakah ghibah itu?’ para sahabat menjawab ‘Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.’ Kemudian beliau bersabda ‘Kamu menceritakan tentang saudaramu sedang ia tidak senang (jika hal itu diceritakan).’ Ditanyakan kepada beliau: ‘Bagaimana jika yang aku katakan ini benar adanya?’ Beliau bersabda: ‘Apabila engkau mengatakan sesuatu (yang buruk) kemudian itu benar, maka kamu telah ghibah, dan apabila yang kamu katakan itu tidak benar maka kamu telah menuduhnya (memfitnahnya).’
(HR. Muslim)
Ternyata teman-teman, apapun yang kita bicarakan tentang seseorang di balik mereka yang membuat mereka tidak senang jika dibicarakan termasuk ghibah! Kita sering mendengar kalimat “Ini fakta kok, bukan ghibah.” Ternyata, pemahaman ini salah besar. Justru hal buruk yang merupakan kenyataan itu disebut ghibah, dan yang tidak benar berarti fitnah. Naudzubillahimindzalik!
Terus, ghibah gaboleh banget ya? Emangnya apa bahayanya?
Iya, ghibah adalah suatu perbuatan yang buruk dan berbahaya. Sudah sangat jelas Allah firmankan dalam Al-Qur’an larangan dan bahaya ghibah:
“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya.”
(QS. Al Hujurat : 12).
Balasan bagi para penggunjing sangatlah mengerikan. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Anas radhiyallahu ‘anhu,
“Ketika aku mi’raj, aku melewati kaum yang memiliki kuku dari tembaga, yang mencakar dan melukai wajah dan dada mereka. Aku bertanya, “Siapa mereka itu ya Jibril?”. Jibril menjawab, “Mereka adalah orang yang memakan daging manusia dan menodai kehormatan mereka (menggunjing).”
(HR. Abu Dawud)
Tapi, sebenernya kita ngomongin orang tersebut ada tujuannya kok! Gak asal curhat. Memang pengen cari pendapat dan solusi!
Kalimat ini mungkin sering dijadikan alasan ber-ghibah, bahkan mungkin pernah kita ucapkan. Di sinilah kita harus mengerti, sebenarnya pada kondisi apa saja ghibah itu diperbolehkan. Ada enam keadaan dimana ghibah ini diperbolehkan:
- Ceritanya orang yang teraniaya (terdzalimi) untuk melaporkan perbuatan aniaya (dzalim) tersebut kepada aparat hukum atau siapapun yang memiliki posisi dan kemampuan untuk mencegah, menghentikan, dan menghukumnya.
- Meminta tolong untuk menyadarkan seseorang dari perbuatan kemaksiatan dan kemungkaran yang ia perbuat. Jika tujuannya bukanlah untuk menghilangkan kemungkaran dari orang tersebut, hukumnya akan menjadi haram.
- Meminta fatwa dari seorang ulama atau ustadz.
- Memperingati ataupun menasehati saudara muslim kita dari bahaya keburukan dan kejahatan dari seseorang.
- Menjelaskan kefasikan seseorang yang secara terang-terangan melakukan hal-hal fasik
- Ta’rif, yaitu menyebutkan ciri-ciri tertentu pada seseorang yang tidak dimiliki oleh orang lain untuk memastikan siapakah yang dimaksud. Contoh ta’rif yaitu “Si X yang buta itu, bukan X yang lain.” Tapi jika bertujuan untuk menghina, maka hukumnya haram
Tapi, rasanya gak lega kalo gak curhat… Masa dipendam sendiri terus-terusan?
Betul teman-teman, memang sudah sifat dasar manusia sebagai mahluk sosial ingin dipahami dan tidak dapat berdiri sendiri. Karena itu, ada beberapa hal yang kita harus perhatikan dalam curhat sebagai seorang muslim:
- Pikir-pikir lagi dan timbang ulang, sebenernya perlu tidak hal ini dibicarakan ke orang lain? Coba kita timbang-timbang lagi, apakah alasan untuk menceritakan tentang orang lain ini sudah tepat atau jangan-jangan hanya sekedar ingin melampiaskan emosi saja. Di sisi lain, apakah menjadi suatu solusi dengan menceritakan hal ini ke orang lain.
- Luruskan niat! Jika memang niat kita sudah jelas dan sejalan dengan situasi-situasi yang membolehkan kita membicarakan mengenai orang lain, pastikan niat kita tidak berbelok di tengah jalan. Karena niat ini mudah berubah dan hati kita seringkali goyah, perlu kita evaluasi ulang apakah curhatan saya tentang orang lain ini masih karena alasan-alasan yang tepat atau tidak.
- Sesungguhnya tempat curhat terbaik hanya Allah Azza wa Jalla. Allah menyuruh kita untuk meminta kepada-Nya, bahkan pada saat-saat yang mungkin spele
“Hendaknya salah seorang dari kalian meminta kepada Robnya seluruh kebutuhannya (hajatnya) bahkan sampai untuk memperbaiki tali sandalnya jika terputus”
(HR At-Thirmidzi, dan dihasankan oleh Al-Albani dalam Al-Misykaat no 2251, akan tetapi dalam sanad hadits ini ada pembicaraan, sehingga Al-Albani berubah pendapatnya dan melemahkannya di Ad-Do’iffah no 1362. Namun makna hadits ini tentu benar tanpa diragukan lagi, karena berdo’a adalah ibadah, dan seorang hamba disukai berdoa kepada Allah dalam segala hal dan kondisi)
***
Begitulah teman-teman, cerita bagaimana ternyata curahan hati kita dapat menjadi sumber dosa. Semoga Allah selalu memberikan kemudahan dan keistiqamahan untuk kita dalam menjaga lisan kita dari menggunjing. Aamiin ya rabbal alamin.
Wallahu’alam bish shawab.
Referensi :
http://www.tarbawia.com/2013/05/curhat-atau-ghibah.html
Penulis: Aulya Fairuz, Mahasiswa FKUI 2014